Senin, Juni 30, 2003

Foe Tak Meramalkan Kematiannya



Anak-anak, kalau pun harus mati di lapangan, kita harus memenangkan pertandingan semifinal ini,'' ujar Marc-Vivien Foe kepada rekan-rekannya di pertengahan babak pertama.



Tidak ada yang bersuara ketika Marco, begitu rekan-rekannya di timnas Kamerun memanggil Foe, mengutarakan pernyataan singkatnya. Rigobert Song, rekan dekat Foe dan kapten tim, juga tidak menimpali. Padahal, Song biasanya menyergah atau menyambung apa pun pernyataan yang dikemukakan Foe.



Foe tidak sedang meramalkan kematiannya. Ia hanya ingin membangkitkan semangat rekan-rekannya untuk menambah gol, atau mempertahankan keunggulan 1-0 atas Kolombia.



Di ruangan lain, Winfried Schafer pelatih Kamerun asal Jerman sedang menyusun strategi baru. Salah satunya pergantian pemain setelah babak kedua berlangsung 20 menit.



Pemain yang masuk daftar akan diganti adalah Marc-Vivien Foe. Sebagai pelatih berpengalaman Schaffer tahu betul betapa 10 menit sebelum pertandingan berakhir merupakan saat paling krusial.



Tidak satu pun yang mengira pernyataan Foe di ruang ganti itu adalah yang terakhir. Song, Ndieffi, dan semua pemain Kamerun, hampir tidak bisa mempercayai ketika Foe dinyatakan meninggal setelah jatuh pingsan di tengah lapangan.



''Dia berbicara tentang kematian dan kemenangan. Ternyata dia mengalami kematian, tanpa sempat menyaksikan akhir pertandingan yang dimenangkannya,'' kata Song seraya mengusap air matanya.



Song mengatakan sampai babak pertama usai, tidak terlihat tanda-tanda Marco sakit. Wajahnya, menurut Song, biasa-biasa saja dan tidak memperlihatkan sesuatu mencurigakan.



Dibanding pemain lain, Song yang paling merasakan kehilangan. Ia mengenal Foe sejak masih kanak-kanak. Foe berasal dari kawasan permukiman yang tak jauh dari Younde, namun lebih memilih Canon Younde sebagai klub tempat meniti kariern.



''Di klub inilah saya mengenal, belajar, memulai karier sebagai pemain sepakbola bersama-sama,'' kenang Song. ''Kami juga tiba di Eropa bersama-sama, meski bermain di klub berbeda.''

Schafer punya alasan lain untuk bersedih.



Kepada The Guardian, surat kabar Inggris, ia mengatakan; ''Beberapa menit sebelum terjatuh, saya telah meminta Foe untuk keluar. Kami juga mempersiapkan salah satu pemain sebagai penggantinya.''



Sesuai rencana, Schafer memang akan menarik Foe ketika pertandingan memasuki 15 atau 10 menit terakhir. Schafer juga memberi sinyal kepada Foe untuk bersiap keluar. ''Saya melihat gerakan Marco mulai melambat,'' cerita Schafer.



''Tapi ketika saya mengirim pesan kepada Marco untuk keluar, dia mengatakan baik-baik saja, dan ingin tetap di lapangan untuk meyakinkan Kamerun menuju final.''



Schafer tidak akan pernah melupakan peristiwa itu. Ia menyesal tidak menggunakan otoritasnya untuk memaksa Foe keluar lapangan. Ketika Foe jatuh dengan tak berkedip, Marie-Louis Foe istri Marc-Vivien Foe berada di antara penonton. Ia berbaur bersama istri pemain Kamerun lain, dan penonton asal tanah airnya yang berada di Prancis.



''Ketika dia jatuh pingsan, saya tidak berpikir dia akan meninggal,'' kata Marie seraya berupaya menahan tangis. ''Saya pikir ia akan baik-baik saja setelah mendapat pertolongan.''



Marco, menurut Marie, menderita disentri sejak tiga hari sebelum semifinal. Ia juga kelelahan setelah berjuang habis-habisan membela Lyon.

''Dia seharusnya tidak bermain sama sekali,'' kata Marie. ''Saya berusaha menasihatinya. Tapi dia begitu ingin bermain untuk negaranya di Lyon, kota yang mengadopsinya. Marco memiliki banyak fans di kota ini.''



Marie menyalahkan dokter yang tidak berusaha menghentikan keinginan ayah idaman tiga anak ini untuk bermain dengan kostum Kamerun. Selain mengidap disentri, menurut Marie, Marco juga memiliki masalah dengan lambungnya. Sejak sepekan sebelum tragedi terjadi, Marco mengeluh ada yang tak beres dengan lambung. Terutama pada saaat berada di lapangan.



''Dia tahu kondisinya tidak cukup baik untuk bermain penuh, tapi dia memaksakan diri,'' kata Marie.

Di Kamerun, tidak ada perayaan kemenangan atas sukses Kamerun mencapai final Piala Konfederasi. Sampai Ahad (29/6), masyarakat Kamerun masih larut dalam pembicaraan mengenai kematian Foe.

Fans Indomitable Lions, julukan resmi timnas Kamerun, mendatangi rumah keluarga Foe di Younde untuk menyampaikan penghormatan terakhir.



Stadion Ahmadou Ahidjo, tempat kali pertam Foe bermain bola, dipenuhi banyak orang sampai Ahad kemarin. Mereka terdiri dari pejabat pemerintah dan penggemar sepakbola, serta orang-orang yang mengenal Foe.



Gambar timnas Kamerun saat merebut Piala Afrika terpampang di banyak pintu masyarakat Kamerun. Presiden Kamerun Paul Biya berada di sekelompok ibu yang sedang menangisi kepergian orang tercinta mereka.



Kini, rakyat Kamerun menunggu kedatangan jenazah Foe. Rencananya, Foe akan kembali ke Kamerun bersama rekan-rekannya sehari setelah final Piala Konfederasi. ''Foe akan kembali ke tanah air bersama kami. Kami juga akan mengantarnya sampai ke peristirahatan terakhir,'' kata Rigobert Song.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar